0

Bank dan Lembaga Keuangan 2 (Jurnal Penyaluran Kredit)

Analisis Pengaruh Perubahan Dana Pihak Ketiga terhadap Pinjaman dari Jumlah Simpanan dan Kredit Bermasalah Bank BUMN tahun 2008 – 2012

 

Agustya Lisdayanti (20211399)

Ayu Nurul Ardhita (27211779)

Novice Lebrie Sagilitany (25211246)

Raycard Destion Daniel (25211919)

Wanda Anindita (27211355)

 

SMAK 05

Universitas Gunadarma

2013

 

Abstrak

Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998, fungsi intermediasi perbankan mengalami penurunan. Indikator fungsi intermediasi ini dapat dilihat dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR). Alasan pertama yang membuat LDR menurun adalah banyaknya kredit bermasalah di neraca perbankan sehingga meningkatkan Non Performing Loan (NPL) (Utomo, 2008). Jurnal ini menggunakan metode penelitian analisis deskriptif berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Laporan Keuangan Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dari tahun 2008 sampai 2012. Jurnal ini meneliti perubahan dana pihak ketiga dan membandingkannya dengan pinjaman dari jumlah simpanan dan tingkat terjadinya kredit bermasalah pada Bank BUMN selama tahun 2008-2012 dengan menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR) serta Non Performing Loan (NPL). Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan kredit yang dikeluarkan oleh pihak manajemen bank diperlukan untuk menentukan jumlah DPK yang dapat disalurkan bank melalui pinjaman atau kredit dan mengendalikan jumlah kredit bermasalah, peningkatan jumlah DPK pada bank cenderung meningkatkan LDR dan menurunkan NPL, dan hubungan antara DPK, LDR, dan NPL yang ada tidak absolut. Banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan tersebut.

 

Kata Kunci : Dana Pihak Ketiga (DPK), Loan to Deposit Ratin (LDR), Non Performing Loan (NPL).

Pendahuluan

Peranan bank sangat berkontribusi bagi pesatnya perkembangan ekonomi di Indonesia, namun kompleksitas usaha perbankan yang tinggi dapat meningkatkan resiko yang dihadapi oleh bank-bank yang ada di Indonesia (Perkasa, 2007). Bank adalah lembaga keuangan (financial institution) yang berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank, kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak – pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Bank menerima simpanan uang dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga) dan kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit (Pratama, 2010). Simpanan dari masyarakat tersebut dalam bentuk giro, tabungan, ataupun deposito berjangka.

Krisis Moneter 1997 – 1998 yang melanda perekonomian Indonesia telah berimbas pada sektor perbankan. Krisis yang diawali dengan devaluasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS telah menimbulkan ledakan kredit macet dan melunturkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan, yang pada gilirannya melemahkan fungsi intermediasi perbankan (Pratama, 2010). Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 – 1998, fungsi intermediasi perbankan mengalami penurunan. Indikator fungsi intermediasi ini dapat dilihat dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR). Alasan pertama yang membuat LDR menurun adalah banyaknya kredit bermasalah di neraca perbankan sehingga meningkatkan Non Performing Loan (NPL) (Utomo, 2008).

Ditengah beratnya tantangan yang dihadapi, bank pada umumnya mampu mempertahankan kinerja yang positif. Profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas bank stabil pada tingkat yang memadai. Namun demikian, fungsi intermediasi masih terkendala akibat perubahan kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan (Laporan Tahunan Bank Indonesia, 2006 dalam Nusantara, 2009)

Penting bagi bank untuk senantiasa menjaga kinerja dengan baik, terutama menjaga tingkat profitabilitas yang tinggi, mampu membagikan deviden dengan baik, prospek usaha yang selalu berkembang, dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik (Mudrajad dan Suhardjono, 2002 dalam Ariyanti, 2010). Apabila bank dapat menjaga kinerjanya dengan baik maka dapat meningkatkan nilai saham di pasar sekunder dan meningkatkan jumlah dana dari pihak ketiga (Ariyanti, 2010). Dana – dana yang dihimpun dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga) merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (Dendawijaya, 2005). Sebagai pihak yang menyalurkan dana pihak ketiga kepada masyarakat yang membutuhkan dana, bank akan berupaya memaksimalkan keuntungan tersebut. Pemberian kredit harus prudent sebab kredit yang disalurkan tersebut akan menyimpan risiko yang biasa disebut dengan risiko kredit (Galih, 2011).

Menurut Siamat (2004) dalam Rohaeni (2009), proporsi pendapatan utama bank berasal dari kredit. Namun, kredit juga merupakan salah satu faktor rapuhnya usaha perbankan apabila kredit tersebut dinyatakan bermasalah. Hal ini berimplikasi pada pengelolaan dana pihak ketiga yang merupakan kegiatan penghimpunan dana dan kredit bermasalah yang merupakan risiko dari kegiatan penyaluran dana.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, jurnal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dana pihak ketiga terhadap pinjaman dari tabungan yang diberikan dan kredit bermasalah yang dimiliki Bank BUMN 2008-2012.

Metode Penelitian

Jurnal ini menggunakan metode penelitian analisis deskriptif berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Laporan Keuangan Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dari tahun 2008 sampai 2012. Jurnal ini meneliti perubahan dana pihak ketiga dan membandingkannya dengan pinjaman dari jumlah simpanan dan tingkat terjadinya kredit bermasalah selama tahun 2008-2012 dengan menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR) serta Non Performing Loan (NPL).

Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana-dana yang dihimpun dari masyarakat yang merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (Teniwut, 2006 pada Kusumawati, 2008). Dana pihak ketiga merupakan simpanan yang dimiliki Bank dari masyarakat. Simpanan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat depo         sito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dana Pihak Ketiga (DPK) tidak hanya mengendap saja di Bank, melainkan diinvestasikan oleh Bank  kemana saja yang dapat memberi keuntungan untuk Bank.

Salah satu dari sekian banyak kegiatan investasi Bank adalah pemberian pinjaman atau kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dengan tambahan bunga sesuai dengan kebijakan yang ada di masing-masing Bank. Kredit berasal dari bahasa Yunani, credere, yang berarti kepercayaan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus, yaitu meminjamkan uang (penundaan pembayaran). Apabila orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu berarti si pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga (Fitria dan Sari, 2012). Kredit dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mempunyai pengertian yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersama-kan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Fungsi kredit menurut  Firdaus dan Ariyanti (2004: 3) pada Adriyanti (2011) adalah sebagai berikut:

  1. Kredit dapat memajukan arus tukar menukar barang dan jasa.
  2. Kredit dapat mengaktifkan alat pembayaran yang idle (sejumlah dana yang tidak digunakan).
  3. Kredit dapat menciptakan alat pembayaran yang baru.
  4. Kredit sebagai alat pengendalian harga.
  5. Kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat atau kegunaan potensi-potensi ekonomi yang ada.

Menurut Aqidah (2011), Pemberian kredit mempunyai tujuan tertentu dan tujuan tersebut tidak lepas dari misi bank tersebut. Adapun tujuan utama kredit sebagai berikut:

  1. Mencari Keuntungan

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Kemudian hasil lainnya bahwa nasabah yang memperoleh kredit pun bertambah maju dalam usahanya. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang terus-menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidir.

  1. Membawa Usaha Nasabah

Yaitu untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan

memperluas usahanya.

  1. Membantu Pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan diberbagai sektor.

Penyaluran kredit bukannya tanpa masalah. Ada kalanya kredit yang disalurkan oleh Bank tidak sesuai dengan perkiraan dan ekspektasi yang diharapkan oleh Bank. Kondisi ini disebut kredit bermasalah. Menurut Fitria dan Sari (2012), pengertian kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikannya.

Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi No. 31/147/KEP/DIR tanggal 1 November 1998 menilai kredit bermasalah atas dasar kualitasnya yang dibagi dalam tiga golongan yaitu kolektibilitas Kurang Lancar (Sub Standard), Diragukan (Doubtful), dan Macet (Loss) dimana masing-masing kelompok diukur dengan tiga kriteria utama yaitu Prospek Usaha, Kemampuan Membayar, dan Kondisi Keuangan Debitur (Soebagio, 2005).

Jurnal ini menggunakan perhitungan Rasio Non Performing Loan (NPL) dan Loan to Deposit Rasio (LDR) . Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain (Almilia dan Herdiningtyas, 2005 pada Adriyanti, 2011). Non Performing Loan (NPL) merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (kurang lancar, diragukan, macet) terhadap total kredit, adapun rumus dari NPL adalah (Kusumawati, 2008):

Bank Indonesia menetapkan batas nilai NPL maksimum yaitu sebesar 5%, apabila Bank melebihi batas yang diberikan maka Bank tersebut dikatakan tidak sehat. Semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank (Fitria dan Sari, 2012).

LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya (Fitria dan Sari, 2012). LDR ini juga digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana dana masyarakat yang dihimpun oleh bank disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit (Aqidah, 2011). Rumus dari LDR ini adalah:

Rasio yang paling sehat menurut Bank Indonesia paling tinggi 94,75%. Hal ini berarti bahwa dana yang terhimpun, secara optimal dapat disalurkan ke perkreditan yang merupakan aset yang paling produktif bagi Bank (Firdaus & Ariyanti, 2003 pada Soebagio, 2005 Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, angka LDR seharusnya berada disekitar 85% – 110% (Manurung,

Rahardja, 2004 pada Billy, 2005)

Hasil dan Pembahasan

Berikut ini adalah hasil dan pembahasan dalam penelitian ini:

PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. (BMRI)

Tahun

DPK (Milyar Rupiah)

LDR

NPL

Perub. DPK (Milyar Rupiah)

Perub. LDR

Perub. NPL

2008

 289.112

59,20%

4,70%

   

2009

 319.550

61,40%

2,80%

        30.438

2,20%

-1,90%

2010

 362.212

67,60%

2,40%

        42.662

6,20%

-0,40%

2011

 422.250

74,10%

2,20%

        60.038

6,50%

-0,20%

2012

 482.914

80,10%

1,90%

        60.664

6,00%

-0,30%

Sumber: Data yang diolah

Tabel di atas menunjukkan besar DPK, LDR, NPL, dan perubahannya, milik Bank Mandiri tahun 2008 – 2012. DPK Bank Mandiri terus mengalami peningkatan sepanjang tahun 2008 hingga 2012, dan peningkatan terbesar dialami pada tahun 2012 yaitu sebesar 60.664 Milyar Rupiah. Jumlah pinjaman dari simpanan (LDR) Bank Mandiri juga terus meningkat, dan peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar 6,50%. Meski terdapat peningkatan DPK dan LDR dalam kurun waktu lima tahun, Bank Mandiri mampu untuk terus menurunkan kredit bermasalah yang dimilikinya (NPL), penurunan NPL terbesar terjadi pada tahun 2009 sebesar 1,9%.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Bank Mandiri telah dengan bijak mengatur proporsi DPK untuk menyalurkan kredit karena Bank Mandiri memiliki kredit bermasalah yang kecil, bahkan NPL Bank Mandiri adalah NPL terkecil dari Bank BUMN lainnya pada tahun 2012.

PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk.

Tahun

DPK (Milyar Rupiah)

LDR

NPL

Perub. DPK (Milyar Rupiah)

Perub. LDR

Perub. NPL

2008

163.164

68,60%

4,90%

   

2009

188.469

64,10%

4,70%

        25.305

-4,50%

-0,20%

2010

194.375

70,20%

4,30%

          5.906

6,10%

-0,40%

2011

231.296

70,40%

3,60%

        36.921

0,20%

-0,70%

2012

257.661

77,50%

2,80%

        26.365

7,10%

-0,80%

Sumber: Data yang diolah

Tabel di atas menunjukkan besar DPK, LDR, NPL, dan perubahannya, milik Bank Negara Indonesia tahun 2008 – 2012. DPK Bank Negara Indonesia terus mengalami peningkatan sepanjang tahun 2008 hingga 2012, dan peningkatan terbesar dialami pada tahun 2011 yaitu sebesar 36.921 Milyar Rupiah. Jumlah pinjaman dari simpanan (LDR) Bank Negara Indonesia mengalami fluktuasi, bahkan pada tahun 2009 LDR mengalami penurunan sebesar 4,50% dan kembali mengalami peningkatan sebesar 6,10% pada tahun berikutnya. Peningkatan ini tidak sebesar peningkatan LDR tahun 2012 yaitu sebesar 7,10%. Meski mengalami fluktuasi LDR, NPL Bank Negara Indonesia terus mengalami penurunan, dan penurunan terbesar terjadi pada tahun  2012 yaitu sebesar 0,80%.

Dari tabel di atas kita dapat mengetahui bahwa Bank Negara Indonesia selalu berusaha mengendalikan jumlah penyaluran kredit agar kredit bermasalah terus berkurang dengan mengurangi pinjaman dari tabungan yang ada jika dianggap kredit bermasalah terlalu tinggi, kemudian kembali menyalurkan kredit dari tabungan setelah dianggap bahwa kredit bermasalah berkurang.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.

Tahun

DPK (Milyar Rupiah)

LDR

NPL

Perub. DPK (Milyar Rupiah)

Perub. LDR

Perub. NPL

2008

201.537

79,93%

2,80%

   

2009

255.928

80,88%

3,52%

        54.391

0,95%

0,72%

2010

333.652

75,17%

2,78%

        77.724

-5,71%

-0,74%

2011

384.264

76,20%

2,30%

        50.612

1,03%

-0,48%

2012

450.166

79,85%

1,78%

        65.902

3,65%

-0,52%

Sumber: Data yang diolah

Tabel di atas menunjukkan besar DPK, LDR, NPL, dan perubahannya, milik Bank Rakyat Indonesia tahun 2008 – 2012. DPK Bank Negara Indonesia terus mengalami peningkatan sepanjang tahun 2008 hingga 2012, dan peningkatan terbesar dialami pada tahun 2010 yaitu sebesar 77.724 Milyar Rupiah. Jumlah pinjaman dari simpanan (LDR) Bank Rakyat Indonesia mengalami fluktuasi, bahkan pada tahun 2010 LDR mengalami penurunan hingga 5,71% dan kembali mengalami peningkatan sebesar 1,03% pada tahun berikutnya. Peningkatan LDR tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 3,65%, namun peningkatan ini tidak sebanding dengan penurunan yang terjadi pada tahun 2010 tadi. NPL Bank Rakyat Indonesia mengalami fluktuasi dengan adanya peningkatan NPL sebesar 0,72% pada tahun 2009. Namun NPL yang tinggi pada tahun 2009 mampu ditekan hingga 0,74%.

Berdasarkan tabel di atas, kita dapat mengetahui bahwa setelah terjadi peningkatan NPL tahun 2009, Bank Rakyat Indonesia berusaha menekan jumlah pinjaman dari tabungan pada tahun berikutnya. Dan setelah NPL mampu diturunkan, Bank Rakyat Indonesia secara perlahan mulai meningkatkan pinjaman dari tabungan pada tahun-tahun berikutnya.

PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. (BBTN)

Tahun

DPK (Milyar Rupiah)

LDR

NPL

Perub. DPK (Milyar Rupiah)

Perub. LDR

Perub. NPL

2008

   31.448

101,83%

3,20%

   

2009

   40.215

101,29%

3,36%

          8.767

-0,54%

0,16%

2010

   47.546

108,42%

3,26%

          7.331

7,13%

-0,10%

2011

   61.970

102,56%

2,75%

        14.424

-5,86%

-0,51%

2012

   80.668

100,90%

4,09%

        18.698

-1,66%

1,34%

Sumber: Data yang diolah

Tabel di atas menunjukkan besar DPK, LDR, NPL, dan perubahannya, milik Bank Tabungan Negara tahun 2008 – 2012. DPK Tabungan Negara terus mengalami peningkatan sepanjang tahun 2008 hingga 2012, dan peningkatan terbesar dialami pada tahun 2012 yaitu sebesar 18.698 Milyar Rupiah. Jumlah pinjaman dari simpanan (LDR) Bank Tabungan Negara mengalami fluktuasi, bahkan cenderung menurun setiap tahunnya terlebih pada tahun 2011 yang penurunannya mencapai 5,86%, sedangkan LDR terrtinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 108,42% dengan peningkatan sebesar 7,13%. NPL Tabungan Negara juga mengalami fluktuasi bahkan pada thun 2012 mengalami peningkatan sebesar 1,34% sehingga NPL Bank Tabungan Negara mampu menyentuh angka 4,09%.

Dari tabel di atas kita dapat mengetahui bahwa Bank Tabungan Negara memiliki DPK yang paling sedikit jika dibandingkan dengan DPK Bank BUMN lainnya. Namun, Bank Tabungan Negara menyalurkan pinjaman dari tabungan dalam jumlah yang sangat besar bahkan terbesar dari Bank BUMN lainnya. Jika kita melihat perubahan LDR dan NPL Bank Tabungan Negara, kita akan tahu bahwa Bank Tabungan Negara sulit mengendalikan kredit bermasalah yang dimiliki. maka tidak salah mengapa pada akhir tahun 2012 kredit bermasalah milik Bank Tabungan Nasional mencapai angka 4,09% (sudah mendekati 5%).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa data yang dilakukan, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

  1. Kebijakan kredit yang dikeluarkan oleh pihak manajemen bank diperlukan untuk menentukan jumlah DPK yang dapat disalurkan bank melalui pinjaman atau kredit dan mengendalikan jumlah kredit bermasalah. Dalam menyalurkan kredit, bank perlu menentukan kebijakannya dengan baik. Menurut Fitria dan Sari (2012), kebijakan pemberian kredit menggunakan konsep dengan prinsip 5C yaitu CharacterCapacityCapitalCollateral, dan Condition.
  2. Peningkatan jumlah DPK pada bank cenderung meningkatkan LDR dan menurunkan NPL. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat, semakin banyak pula proporsi dana tersebut yang disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit, serta semakin berkurangnya kredit bermasalah yang dihadapi oleh bank. Untuk menghindarkan NPL yang tinggi dari penyaluran kredit yang tidak efisien, perlu dipertimbangkan alokasi dana yang efisien seperti penyaluran kredit yang dapat memberikan return yang tinggi dengan NPL yang rendah (Utomo, 2008).
  3. Hubungan antara DPK, LDR, dan NPL yang disimpulkan diatas adalah tidak absolut. Banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan tersebut. Menurut Perry Warjiyo (2004), dalam kenyataannya perilaku penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga), tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit macet atau NPL (Non Performing Loan), dan LDR (Loan Deposit Ratio) (Irma, 2011) .

Daftar Pustaka

Adriyanti, R. 2011. Pengaruh Non Performing Loan and Loan To Deposit Ratio Terhadap Return On Assets Pada Bank BUMN di Indonesia. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Aqidah, N. A. 2011. Implikasi Kebijakan Pemberian Kredit dan Pengaruh Loan To Deposit Ratio Terhadap Non Performing Loan Pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang Makasar. Universitas Hasanuddin, Makassar

Ariyanti, L. E. 2010. Analisi Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, ROA dan Kualitas Aktiva Produktif Terhadap Perubahan Laba pada Bank Umum di Indonesia. Universitas Diponegoro, Semarang.

Fitria, N. Dan Sari, R.L. 2012. Analissi Kebijakan Pemberian Kredit dan Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Loan To Deposit Ratio Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Rantau, Aceh Tamiang. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Galih,T. A. 2011. Pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR, NPL, ROA, dan LDR terhadap Jumlah Penyaluran Kredit pada Bank di Indonesia. Universitas Diponegoro, Semarang.

Kusumawati, D.E. 2008. Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum dan Inflasi Terhadap Penyaluran kredit Investasi Sera Perannya Pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Laporan Keuangan Bank BUMN Tahun 2012. www.idx.go.id. Diakses Pada 06 Juli 2013.

Nusantara,A.B. 2009. Analisis Pengaruh NPL, CAR, LDR, dan BOPO terhadap Profitabilitas Bank. Universitas Diponegoro, Semarang.

Perkasa, P. P. 2007. Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia. Universitas Diponegoro, Semarang.

Pratama, B.A. 2010. Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan.Universitas Diponegoro, Semarang.

Raharja, S. 2011. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga Deposito Bank Umum di Indonesia. Universitas Dipenogoro, Semarang.

Rohaeni, Heni. 2009. Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga dan Kredit Bermasalah Terhadap Laba. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soebagio, H. 2005. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Non Performing Loan (NPL) Pada Bank Umum Komersial. Universitas Dipenogoro, Semarang.

Undang – Undang No. 10 Tahun 1998. www.bi.go.id. Diakses Pada 07 Juli 2013.

Utomo, A.P. 2008. Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Kinerja Keuangan Bank Berdasarkan Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, dan Rasio Profitabilitas pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. Universitas Gunadarma, Jakarta.

0

Bank dan Lembaga Keuangan 2 (Mekanisme Kliring ,Loan, dan Bunga Produk Bank)

Mekanisme Kliring, Loan dan Bunga Produk Bank

gundar

Novice Lebrie Sagilitany 

NPM : 25211246

Kelas : SMAK05

Kliring merupakan sistem perhitungan utang piutang dalam bentuk surat – surat dagang dan surat – surat berharga antara satu bank dan bank lainnya. Kliring sangat membantu dalam memperlancar lalu lintas pembayaran giral yang mudah dan aman.  Lalu lintas pembayaran giral adalah proses bayar membayar warkat atau nota kliring yang bertujuan memperhitungkan keuntungan dan beban nasabah antara bank yang melakukan kliring. Giral sendiri memiliki pengertian yaitu simpanan pihak ketiga bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat.

BI sendiri mengatur proses kliring dalam SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. Kliring dapat berupa setoran kliring,tarikan kliring, kiriman uang masuk, kiriman uang keluar, serta tolakan keluar dan masuk. Warkat kliring adalah alat pembayaran bukan tunai atau disebut juga alat bantu lalu lintas pembayaran giral yang terdiri dari cek, bilyet giro, nota debet, nota kredit, dan wesel bank.

Surat

Saldo di Bank Indonesia

Nota Debet Keluar

+

Nota Debet Masuk

Nota Kredit Keluar

Nota Kredit Masuk

+

Hasil

(Menang/kalah Kliring)

Kliring  menurut jenis pembagian wilayah kliring: a) Kliring Umum tempat dimana perhitungan warkat antar bank diatur oleh Bank Indonesia, b)Kliring Lokal

Kliring lokal adalah tempat dimana perhitungan warkatnya berada dalam suatu wilayah kliring yang telah ditentukan.

Contoh :

Dapat dicontohkan Ani membeli barang untuk persediaan perusahaan sebesar 20 juta kepada Budi. Ani membayar barang tersebut dengan memberikan cek kepada Budi. Ani merupakan nasabah Bank Sendok dan Budi merupakan nasabah Bank Garpu.  Budi membawa ceknya ke Bank Garpu untuk dicairkan. Bank Garpu membawa cek ini ke Bank Indonesia dengan membawa nota debet keluar. Bank Indonesia ini merupakan perantara kliring antara Bank Sendok dan Bank Garpu, serta mengambil dana Bank Sendok yang berada di brankas Bank Indonesia atau sebesar Giro Wajib Minimumnya yaitu >8%. Setelah mengambil dana dari Bank Sendok, BI mengeluarkan nota debet masuk untuk Bank Sendok. Begitulah proses kliring seterusnya sehingga sangat membantu lalu lintas pembayaran giral.

Kliring antar cabang adalah sarana perhitungan warkat antar kantor cabang suatu bank peserta yang biasanya berada dalam suatu wilayah. Terkadang kliring juga melibatkan transfer karena pada prosesnya yang melibatkan cabang di wilayah yang berbeda, keduanya harus mencari cabang dimana terdapat kedua bank tersebut didalam satu wilayah. Perlu ditegaskan bahwa   kliring berbeda dengan transfer. kliring terjadi karena perbedaan bank, bukan hanya perbedaan tempat atau wilayah, sedangkan transfer terjadi karena perbedaan tempat bukan perbedaan banknya

Contoh :

Jaki ingin mentransfer 200 juta dana yang dimilikinya Bank Mandiri Jakarta kepada Danto  di BPD Papua untuk keperluan usaha. Karena Bank Mandiri tidak memiliki cabang di Papua akhirnya akhirnya dana yang telah diterima Bank Mandiri Jakarta di transfer ke Bank Mandiri Makasar dimana sudah satu wilayah dengan bank BPD Papua cabang Makassar. Proses kliring terjadi di Makassar. Setelah terjadi Kliring Bank BPD Papua cabang Makassar mentransfer ke BPD Papua cabang Papua.

Loan

Assets/aktiva  (use of fund) terdiri dari kas, rekening koran, berasal dari pembelian : obligasi, call money, dan pinjaman holding.  sedangkan pada sisi 

Liabilities /pasiva (source of fund) terdiri dari

Deposits : Tabungan (Saving Deposit), Giro (Demand Deposit), Deposito (Time deposit)

Sekuritas (sifatnya dapat dijual) : Obligasi, call money, kredit likuiditas Bank Indonesia,pinjaman holding

Modal : Saham dan modal pribadi

LDR(Loan to Debt Ratio)

LDR =           Loan               x100% = maksimaln 110%

            Deposits+Capital

Metode Hitung Bunga

Metode Hitung Bunga untuk Kredit (Loan)

=    % Bunga  x Hari bunga x Nominal

                       360

Metode Hitung Bunga untuk Deposit

=     % Bunga  x  Hari bunga x Nominal

                         365

Terdapat 3 metode hitung bunga yaitu :

  1. Saldo Harian
  2. Saldo Rata – rata
  3. Saldo terendah

Metode diatas dipakai setiap bulannya. Pada proses akhir hari yang dihitung adalah saldonya atau biasa disebut rekap saldo. Sedangkan, pada akhir bulan yang dihitung yaitu, saldo (rekap saldo), bunga, serta penetapan saldo awal bulan berikutnya.

Dibawah ini  adalah catatan transaksi Atun yang menjadi nasabah yang menabung di Bank Karman. Persen bunga 10%.

05-Jun           Setor Tunai 10 juta
07-Jun           Ambil Tunai 2 juta
10-Jun           Pemindah bukuan kredit dari deposito 15 juta
17-Jun           Pemindah bukuan debet ke tabungan Jono  5 juta
25-Jun           Pemindah bukuan debet  Ali nasabah Bank Siti 5 juta
26-Jun           Pemindah bukuan kredit &bilyet giro (Bank Siti) 20 juta

 

Jurnal untuk transaksi diatas :

Kas                                         10.000.000

          Tabungan                                            10.000.000

Tabungan                            2.000.000

          Kas                                                         2.000.000

Deposito                              15.000.000

          Tabungan                                            15.000.000

Tabungan Atun                                 5000.000

          Tabungan Jono                                 5.000.000

Tabungan Atun                 5.000.000

          Rekening Koran BI                           5.000.000

Rekening Koran BI           20.000.000

          Tabungan Atun                                 20.000.000

Lalu, Bank melakukan rekap saldo 

Tanggal Saldo
05-Jun 10 juta
07-Jun 8 juta
10-Jun 23 juta
17-Jun 18 juta
25-Jun 13 juta
26-Jun 33 juta
  33 juta

 

Metode Hitung Saldo Harian

07-Jun

10% x (7-5) x 10 juta

5479,45205

 

365

 

10-Jun

10% x (10-7) x 8 juta

6575,34247

 

365

 

17-Jun

10% x (17-10) x 23 juta

44109,589

 

365

 

25-Jun

10% x (25-17) x 18 juta

39452,0548

 

365

 

26-Jun

10% x (26-25) x 13 juta

3561,64384

 

365

 

30-Jun

10% x (30-26+1) x 33 juta

45205,4795

 

365

 
 

Total Bunga

144383,562

 

Saldo terendah (metode harian)

30-Jun = 10% x (30-5+1) x 8 juta     =  56.986  à dengan metode saldo harian

365

Pengenaan pajak (PPh) =  prosentase pajak (%) x saldo terendah

Biasanya metode saldo harian digunakan pada credit card

 Terjadi Kliring antara Bank Siti dan Bank Karman

Pada pagi hari diketahui transaksi – transaksi yang dilakukan adalah seperti tercantum dibawah ini, namun di sorenya terjadi penolakan penolakan di beberapa transaksi.

Siti

 

Karman

 

Cek

10 juta

Cek G

5 juta

Bilyet Giro

12 juta

Cek H

4 juta

Cek ny C

3 juta

Bilyet Giro PT X

3 juta

Cek E

3 juta

Nota kredit Y

8 juta

Nota Kredit A

10 juta

Nota kredit Z

3 juta

Nota kredit F

2 juta

   

Tolak G & X

 

Tolak A & E

 
 

Siti

Karman

 
 

10

-10

Tolak

 

12

-12

 
 

3

-3

 
 

3

-3

Tolak

 

-10

10

 
 

-2

2

 

Tolak

-5

5

 
 

-4

4

 

Tolak

-3

3

 
 

8

-8

 
 

3

-3

 

Menang kliring

15

-15

Kalah kliring

10

Jml setelah tolakan dihapus baik siti maupun karman

-10

Deposit 400 juta

ER = 2 %

RKBI = 10% X 400 juta = 40 juta

 

Deposit 250 juta

ER = 4%

RKBI = 12 % X 250 juta =  30juta

Karena Siti menang kliring maka Rekening Koran  BI bertambah dari 40 juta menjadi 50 juta, dan Karman  dari 30 juta menjadi 20 juta. 

0

Bank dan Lembaga Keuangan 2 (Siklus Keuangan Dunia)

Siklus Keuangan Dunia 

gundar

Novice Lebrie Sagilitany 

NPM : 25211246

Kelas : SMAK05

Masyarakat kini sudah merasakan banyak manfaat dari lembaga keuangan bank, untuk menabung, meminjam, transfer uang berinvestasi, dan berbagai transaksi keperluan sehari – hari. Semua itu tidak dengan mudah dijelaskan, sebab bank memiliki aktivitas yang begitu kompleks. Dalam tulisan ini saya akan mencoba menjelaskan siklus uang dalam bahasan yang cukup sederhana.

Sebelum adanya bank, masyarakat melakukan transaksi secara langsung (direct), membayar segala keperluan dengan uang tunai, menabung dengan cara menyimpan uang di tempat aman dirumah, dan mendapat keuntungan jika bersedia meminjamkan uangnya.Dahulu, pinjam meminjam antara dua orang (double coincidence) memerlukan kepercayaan yang tinggi sebab jika si peminjam tidak membayar maka si yang meminjamkan akan merugi. Contoh, Jason sebagai pemberi pinjaman memiliki kelebihan dana sehingga ia bersedia meminjamkan uangnya kepada peminjam sebut saja Charles. Jason tidak begitu saja meminjamkan uangnya, selain mengharapkan bunga sehingga mendapatkan untung, ia juga tidak mau merugi jika si peminjam tidak bertanggung jawab membayar hutangnya. Sudah pasti Charles sudah kenal bahkan dekat dengan Jason sehingga Jason bersedia meminjamkan dan percaya pada Charles akan membayar hutangnya. Pinjam meminjam secara langsung sebenarnya tidak aman sebab walaupun sudah kenal tidak dapat menjamin bahwa si peminjam (Charles) tidak menipu. Dan dari pihak si pemberi pinjaman (Jason) bisa saja mematok bunga seenaknya dan Charles tercekik oleh hutang yang semakin berlipat.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dulu sebelum ada bank, masyarakat merasakan ketidakamanan dalam memiliki uang. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi muncullah sarana yang tepat, aman dan nyaman untuk memudahkan menyimpan uang, pinjam meminjam dsb. Masyarakat tidak perlu khawatir lagi sebab bank sebagai perantara keuangan (financial intermedia) merupakan lembaga yang sudah diatur oleh undang – undang. Selain itu, bank juga merupakan sarana pinjam meminjam secara tidak langsung, bank sebagai perantara bersedia menanggung resiko sehingga diantara dua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

Bagaimana bank mendapatkan dana untuk memberikan pinjaman kepada seseorang?. Bank menghimpun dana melalui tabungan masyarakat. Bagaimana membuat masyarakat ingin menabung? tentunya dengan bunga yang didapatkan (i1). Semakin banyak yang ditabung semakin bertambah pula jumlah uang yang ditabung. Setelah bank berhasil menghimpun dana, bank akan mencari dana untuk membayar bunga kepada nasabah yang menabung. Dana yang berhasil dihimpun digunakan untuk peminjaman, seseorang yang meminjam uang diharuskan membayar bunga kepada bank (i2). Hal ini juga berlaku pada kartu kredit. Sambil menyelam minum air, bank tidak hanya berharap bisa membayar bunga kepada penabung tetapi juga mengharapkan keuntungan. Keuntungan yang didapatkan bank adalah selisih dari i2 dan i1. Maka, i2 harus lebih besar dari i1. Selain memberikan pinjaman, bank juga membeli saham dan menjualkan obligasi di pasar modal untuk mendapatkan keuntungan (i3). Dalam hal ini i3 juga harus lebih besar dari i2.

Terdapat 3 motif orang memperoleh uang, yaitu transaksi, jaga – jaga, dan spekulasi. Untuk urusan spekulasi yang dimiliki seseorang, bank harus berhati-hati. Dalam keadaan suku bunga rendah masyarakat akan malas menabung sebab keuntungannya sedikit. Sebaliknya jika suku bunga rendah banyak yang berbondong – bondong meminjam uang guna berinvestasi dan mengeruk keuntungan yang lebih juga. Saat suku bunga bank naik, keinginan investasi di masyarakat akan bertambah.  Investasi tersebut dapat bermacam – macam, membangun usaha, menanam saham di pasar modal, dsb. Maka, Bank sudah seharusnya memutar otak bagaimana caranya bank tetap mendapatkan keuntungan disaat keadaan seperti itu terjadi.

Kembali keurusan pinjam meminjam, bagaimana jika si peminjam (Charles) meninggal? sudah pasti si pemberi pinjaman (Jason)  merugi. Tetapi itu hanya terjadi saat pinjam meminjamnya masih dilakukan secara langsung (direct). Saat sudah ada bank hal itu tidak perlu dikhawatirkan, sebab  bank akan menanggung resikonya (risk transfer). Bagaimana cara bank menghadapi masalah ini?. Contoh salah satu peminjam uang 100 juta meninggal, maka bank tersebut sebelumnya sudah berjaga – jaga dengan mengasuransikannya misal pada PT Pru dengan membayar preminya 1 juta. Jika PT Pru hanya bisa menanggung sebanyak 20 juta maka preminya turun juga menjadi 200 rb. PT Pru ini bekerja sama dengan PT Sinar Perak yang bergerak pada jasa asuransi juga untuk menanggung sisanya sebesar 80 juta dengan premi sebesar 800 rb. PT Pru yang bekerja sama dengan PT Sinar Perak ini pasti mendapatkan keuntungan juga dari kerjasama ini. Kegiatan yang saya jelaskan tadi biasa disebut dengan istilah reasuransi. Jika PT Sinar Perak ini hanya dapat menanggung 30 juta saja maka hal tersebut dapat menurunkan kembali preminya menjadi 300 rb. PT Sinar Perak akhirnya bekerja sama kembali ke PT Alias di Amerika yang bergerak di asuransi juga untuk menanggung sisanya yaitu 50 juta. Tiga rantai asuransi yang saling bekerjasama ini disebut dengan istilah rektosesi. mengapa tidak di Indonesia saja? sebab Indonesia hanya memperbolehkan reasuransi di dalam negeri.

Belum sampai disitu saja PT Alias sebagai perusahaan asuransi diluar negeri juga butuh mendapat untung dan mendapatkan dana sebanyak banyaknya, sehingga ia pun akhirnya menanamkan modalnya pada bank di Indonesia. Jika ia ingin menguasai satu bank saja, berarti alternatifnya dia harus memiliki bebeapa anak cabang. aturan di Indonesia membolehkan satu perusahaan tidak boleh memiliki saham lebih dari 35%. dengan memiliki anak perusahaan maka bukan tidak mungkin 80% salah satu Bank itu dapat dimiliki.

Seperti diketahui diatas, bahwa ketika suku bunga terlalu rendah maka dana yang dihimpun bank akan berkurang, bank mencoba cara lain yaitu dengan leasing. Contoh ilustrasi, untuk proses leasing, bank membuka PT Arida yang bekerja sama dengan PT Astri. PT Astri bergerak dibidang produksi motor.  PT Arida bersedia membiayai sebuah motor yang ingin dibeli oleh seorang konsumen. Tetapi, sistem pembayarannya dilakukan di bank tersebut atau dapat bayar cicilan melalui bank tersebut. Dan karena bank memberikan sarana pembayaran yang mudah dan dapat dengan cepat membiayai kebutuhan uang yang cepat, maka ada bunga juga yang didapat bank (i4). Keuntungan bank didapat dari selisih i4 dan i2.

Penjelasan sederhana diatas merupakan gambaran sederhana siklus keuangan dunia. Sebenarnya dikenyataan sudah pasti siklus keuangan dunia tidak dapat dijelaskan dengan sependek ini, sebab seluruh aktivitas bank serta aliran uang di dunia tidak terbatas bahkan memiliki aturan – aturan yang sudah pasti memerlukan banyak waktu untuk dijelaskan satu persatu. Semakin bertambahnya usia dunia pasti ilmu pengetahuan dan teknologi semakin tinggi, sehingga hal kompleks tadi dapat disistem semakin baik lagi kedepannya.

0

Bank dan Lembaga Keuangan 2 (Analisis Jurnal)

Analisis Jurnal

Pengaruh Perilaku Kredit dan Faktor Sosial Ekonomi terhadap Kartu Kredit dan Angsuran Hutang

logo gunadarma - Copy

Novice Lebrie Sagilitany

NPM : 25211246

Kelas : SMAK05

Judul  :  The Effects of Credit Attitude and Socioeconomic Factors on Credit Card and Installment Debt

Tema  : Kartu Kredit

Pengarang : Yi Wen Chien dan Sharon A. Devaney

Tahun   :  2001

Latar Belakang   :

Banyak penelitian telah menyimpulkan bahwa secara dramatis pertumbuhan penggunaan kartu kredit adalah disebabkan oleh perubahan sikap terhadap kredit. Perubahan sikap itu menyiratkan bahwa konsumen lebih bersedia menggunakan kredit untuk membiayai konsumsi saat ini. Pengetahuan lebih tentang manfaat dan resiko kartu kredit mungkin dapat menjelaskan peningkatan penerimaan kredit. Perkembangan teknologi telah membuat kreditur lebih mudah menawarkan kreditnya. Meskipun pengaruh sikap dalam studi – studi sebelumnya signifikan, bisa jadi karena sikap dipengaruhi efek dari faktor – faktor lain pada penggunaan kredit.

Penelitian sebelumnya mengenai penggunaan kredit telah meneliti efek sosial ekonomi dan variabel sikap tanpa mempertimbangkan kemungkinan hubungan antara faktor – faktor tersebut. Penelitian juga tidak menganggap adanya perbedaan antara sikap umum dan khusus terhadap kredit dan penggunaan kredit. Temuan menunjukkan semakin tinggi indeks sikap tertentu, semakin tinggi kartu kredit yang beredar, dan semakin baik sikap terhadap kredit semakin tinggi pula angsuran hutangnya.

Konsumen mungkin memiliki sikap positif terhadap kartu kredit maupun pinjaman, tetapi karena mereka memiliki pendapatan yang rendah atau sejarah kredit yang buruk,mereka cenderung membatasi kredit. Sikap merupakan dampak dari faktor lain, yaitu faktor – faktor demografi dan ekonomi.  Konsumen dengan karakteristik demografi dan ekonomi yang berbeda mungkin mengembangkan sikap yang berbeda terhadap penggunaan kredit.

Masalah   :

Kebanyakan penelitian telah meneliti efek dari sikap serta demografi dan variabel ekonomi pada penggunaan kredit tanpa mempertimbangkan mungkin korelasi antara variabel-variabel. Hal ini dapat menyebabkan bias. Artinya, meskipun pengaruh sikap adalah dilaporkan sebagai signifikan dalam studi sebelumnya, bisa jadi karena sikap disebabkan efek dari faktor-faktor lain pada penggunaan kredit dan bukan karena sikap saja mempengaruhi penggunaan kredit. Mungkin ada perbedaan antara ukuran sikap umum terhadap kredit dan sikap khusus terhadap penggunaan kredit, dan ini belum diperiksa. Penemuan harus memberikan kontribusi untuk pemahaman yang lebih baik konsumen ‘ sikap terhadap menggunakan kredit dan perilaku mereka di mana kredit terlibat.

Metodologi :

Data dan Sampel

Data diambil dari Survei Keuangan Konsumen tahun 1998 yang di sponsori oleh Federal Reserve Board dan dikumpulkan oleh Pusat Penelitian Opini Nasional di Universitas Chicago. Survei Keuangan Konsumen  mengumpulkan informasi yang meliputi demografi, sumber daya manusia, keuangan, kredit, ketenagakerjaan, dan variabel konsumen.

Variabel Dependent

Penggunaan kredit diukur dalam dua cara : jumlah pinjaman angsuran dan jumlah utang kartu kredit.

Variabel Independent

Variabel bebas meliputi demografi, ekonomi, dan sikap faktor. Faktor demografi termasuk usia, ukuran rumah tangga, etnis, status perkawinan, status profesional, dan pendidikan. Faktor ekonomi termasuk kepemilikan rumah, total pendapatan tahunan rumah tangga, dan aset likuid (termasuk giro, tabungan, uang rekening deposito pasar, reksadana pasar uang, dan semua rekening di broker).

Hasil :

Penelitian menunjukkan bahwa sikap umum positif terhadap penggunaan kredit memiliki efek positif pada memprediksi jumlah angsuran pinjaman, dan sikap khusus positif terhadap penggunaan kredit memiliki efek positif pada memprediksi jumlah saldo kartu kredit.

Selain sikap, penggunaan kredit dipengaruhi oleh demografi dan faktor ekonomi. Status perkawinan dan status profesional yang positif terkait dengan cicilan utang. Tapi, kepemilikan rumah adalah berhubungan negatif dengan cicilan utang. Pendidikan berhubungan positif dengan utang kartu kredit sebagai hipotesis. Ukuran rumah tangga, status perkawinan, dan status profesional yang berhubungan positif dengan utang kartu kredit. Penghasilan berhubungan negatif dengan utang kartu kredit.

Hasil ini akan membantu konsumen dan pendidik konsumen yang lebih baik memahami peran sikap terhadap penggunaan kredit. Pendidik Konsumen harus membantu konsumen memahami pentingnya sikap mereka terhadap kredit jika konsumen sedang berusaha untuk mengubah perilaku yang dihasilkan dari pengisian terlalu banyak atau memiliki kesulitan dalam membayar secara teratur dan tepat waktu. Pendidik mungkin perlu untuk membantu konsumen membedakan antara umum dan sikap tertentu dan untuk membantu mereka fokus pada keputusan terlibat dalam mendapatkan pinjaman angsuran atau pengisian dengan kartu kredit. Jika konsumen percaya bahwa menggunakan kredit untuk item tertentu-baik saja, mereka mungkin tidak dapat mengubah perilaku mereka sampai mereka telah merubah sikap. Menggunakan praktek penganggaran yang berlaku umum, seperti pengaturan tujuan, biaya daftar, dan mengembangkan rencana belanja, mungkin tidak bekerja sampai sikap terhadap menggunakan kredit telah diidentifikasi dan klien telah memeriksa keyakinan mereka tentang sikap. Sebagai contoh, merefleksikan pengalaman awal mereka dengan uang, mengamati bagaimana orang tua mereka mengatur keuangan, dan berbicara dengan teman atau pasangan mereka tentang bagaimana keputusan dibuat dapat membantu konsumen memahami perilaku mereka.

Masalah kebijakan publik yang dihasilkan dari penelitian ini akan menjadi pemahaman yang lebih baik dari motivasi untuk menggunakan kredit. Pemasaran di televisi, di pers, dan di Internet mengasumsikan bahwa konsumen menginginkan kepuasan instan. Pada saat yang sama, pendidik konsumen, penasihat keuangan, dan banyak lain mendorong konsumen untuk menabung untuk tujuan jangka panjang, seperti pendanaan pendidikan tinggi bagi anak-anak mereka atau pensiun mereka sendiri. jika konsumen menyadari biaya yang sebenarnya pembayaran menunda pada kredit mereka kartu, mereka mungkin mengubah perilaku mereka. Kampanye kesadaran masyarakat merupakan kesempatan melakukan perubahan perilaku yang positif. Jika aja penerbit kartu kredit yang diharuskan menyertakan kalimat pada laporan kartu kredit bulanan konsumen tentang panjang waktu yang dibutuhkan untuk membayar tagihan bukan hanya minimum pembayaran dilakukan, konsumen mungkin menjadi lebih sadar biaya dan mengubah perilaku mereka.

0

Final Exam Teori Ekonomi 1(Jurnal)

Jurnal

Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi

Arinda Pramesti (29211380)
Rina Mardiani (26211221)
SMAK05-03
ABSTRAK
Kemiskinan merupakan masalah yang hingga saat ini masih sulit untuk diselesaikan. Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut. Kemiskinan disebabkan oleh berbagai sebab dan faktor- faktor yang mempengaruhi.
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu
Terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
Kata Kunci : Kemiskinan, Pertumbuhan ekonomi
PENDAHULUAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
 Disisi lain kemiskinan juga merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: (1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. (2) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang da jasa yang diproduksika dalam masyarakat bertambah. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan satu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meninggkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya.
Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi memproduks kerap kali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan lebih lambat dari potensinya.
PEMBAHASAN
Kemiskinan
Definisi Kemiskinan
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan). Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidak seimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Dalam arti proper , kemiskinan dipahami sebagai keadaan kurang uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup, dalam arti luar. Chambers mengatakan kemiskinan dalam arti luas adalah suatu intergrated yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1). Kemiskinan (proper), 2). Ketidakberdayaan (powerless), 3). Kerentangan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4). Ketergantungan (dependence), dan 5). Ketersaingan (isolation) baik secara georgafis maupun sosiologis.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dantereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
  •  Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
  • Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi,  air bersih dan transportasi).
  • Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
  •  Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
  • Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
  • Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
  • Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
  •  Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
  •  Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
 Pada dasar-dasar ini sangat mendongkrak kemiskinan jika nantinya peran pemerintah dan juga berbagai elemen lain akan sangat mendukung pembangunan perekonomian di Indonesia, logikanya adalah jika kemiskinan itu dapat di atasi yang menjadi kebanggaannya juga pemerintah itu sendiri dan juga kemakmuran bagi warganya.
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
1.      Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
 Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan
pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
  • ·         Rusaknya syarat-syarat perdagangan
  • ·         Beban hutang
  • ·         Kurangnya bantuan luar negeri
  • ·         Perang
2.      Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
 Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal
3.      Biaya kehidupan yang tinggi.
 Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat.Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
4.      Pembagian subsidi income pemerintah yang kurang merata.
 Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
Faktor-Faktor Kemiskinan Di Indonesia
Faktor-faktor lain disini kita perlu memahmi bahwa konsep pembangunanperekonomian di indonesia juga dilatarbelakangi oleh berbagai aspek, sehingga keseriusan pembangunan menjadi hal yang pokok ranah masyaraka itu sendiri, permasalahan-permasalahan tersebut, ialah: SDM, SDA, Kontitusi, Dana/Budget, Sistem.
1.      SDM
Kelemahan Kualaitas SDM dalam proses pendidikan membuat faktor utamanya kemiskinan bagi rakyat Indonesia, sebenarnya tujuan pendidikan adalah untuk menjadi manusia yang bertaktakwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
 Dalam proses pengembangan perekonomian sektor SDM dalam prospeks pendidikan memainkan peranan yang sangat strategis, sehingga peluang untuk meningkatakan khulaitas hidup di masa depan akan lebih baik. Dengan adanya SDM yang handal lain dari itu akan mengalir sendiri dengan kemampuan yang ada.
2.      SDA
Sumber Daya Alam juga bisa di kaitkan dengan angka kemiskinan di indonesia, dimana keterbatasannya sumber daya alam akan memperkecilkan peluang kerja bagi warga indonesia khususnya di kota-kota besar.
3.      Kontitusi
Berbicara kontitusi sangat tidak bisa terlepas dari cengkraman pemimpin dan juga birokrasi, Pemerintahan dalam hal utama adalah yang bertanggungjawab dengan kemiskinan, tinggi rendahnya angka kemiskinan merupakan proses pengelolaan dari kontitusi itu sendiri yang belum bisa dimaksimalkan.
4.      Sistem
Sistem merupakan suatu rangkaian yang saling keterkaitan antara satu dengan yang lain, dalam hal kemiskinan sistem yang semberaut juga dapat meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dimana berbagai macam persoalan terjadi semua dari proses sistem dan jika sistem itu salah juga dapat menjadi bumerang bagi masalah lain.
Realita yang dapat kita lihat selama ini adalah persoalan penanggulangan kemiskinan yang belum bisa diselesaikan, persoalan tersebut disebabkan oleh perbaikan sistem yang belum beres-beres, sehingga kemiskinan yang harus utama diselesaikan, menjadi masalah yang berlarut-larut.
Pertumbuhan Ekonomi
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian pertumbuhan ekonomi harus dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan salah satu aspek saja dari pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan output agregat khususnya output agregat per kapita.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya.
Ukuran Pertumbuhan Ekonomi
Menurut M. Suparko dan Maria R. Suparko ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu :
1. Produk Domestik Bruto
PDB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam harga pasar. Kelemahan PDB sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang global dan tidak mencerminkan kesejahteraan penduduk.
2. PDB per Kapita atau Pendapatan Perkapita
PDB per kapita merupakan ukuran yang elbih tepat karean telah memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran pendapatn perkapita dapat diketahui dengan membagi PDB dengan jumlah penduduk.
3. Pendapatan Per jam Kerja
Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara lain bila mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja yang lebih tinggi daripada upah per jam kerja di negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama.
Model-model Pertumbuhan Ekonomi
Harrord Domar
Keadaan “ Steady – State Growth
Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar adalah model pertumbuhan yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, model itu merupakan perkembangan langsung teori ekonomi makro Keynes yang merupakan teori jangka pendek yang menjadi teori jangka panjang.
Pada model Harrod-Domar investasi diberikan peranan yang sangat penting. Dalam jangka panjang investasi mempunyai pengaruh kembar. Di satu sisi investasi mempengaruhi permintaan agregat di sisi lain investasi mempengaruhi kapasitas produksi nasional dengan menambah stok modal yang tersedia.
Harrod menyimpulkan agar suatu ekonomi nasional selalu tumbuh dengan kapasitas produksi penuh (kesempatan kerja penuh) yang disebutnya sebagai “ Pertumbuhan ekonomi yang mantap(steady-state growth) “efek permintaan yang ditimbulkan dari penambahan investasi harus selalu diimbangi oleh efek penawarannya tanpa terkecuali. Tetapi investasi dilakukan oleh pengusaha yang mempunyai pengharapan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu, karena itu keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai secara mantap pula apabila pengharapan para pengusaha stabil dan kemungkinan terjadinya hal itu sangat kecil, seperti yang dikemukakan oleh Joan Robinson (golden age).
Di samping itu Harrod mengemukakan bahwa sekali keseimbangan itu terganggu, maka gangguan itu akan mendorong ekonomi nasional menuju ke arah depresi atau inflasi sekular. Karena itu Harrod melambangkan keseimbangan ekonomi tersebut sebagai keseimbangan mata pisau, mudah sekali tergelincir dan sekali tergelincir semuanya akan menjadi hancur (jadi keseimbangan yang tidak stabil).
Model pertumbuhan ekonomi Domar hampir mirip dengan model Harrod walaupun ada beberapa perbedaan yang esensial pula antara kedua model itu. Perbedaan itu khususnya menyangkut mengenai tiadanya fungsi investasi pada model Domar, sehingga investasi yang sebenarnya tidak ditentukan di dalam modelnya. Karena itu kesulitan pencapaian keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap bagi Harrod, disebabkan oleh sulitnya kesamaan v dan vr atau laju pertumbuhan yang disyaratkan dengan laju pertumbuhan natural, sedang bagi Domar kesulitan itu timbul karena adanya kecenderungan masyarakat untuk melakukan investasi yang relatif terlalu rendah (underinvestment).
Model Neo-Klasik sebagaimana dikemukakan oleh Solow (juga Swan) mencoba memperbaiki kelemahan model Harrod-Domar dengan mengolah asumsi yang mengenai fungsi produksi yang digunakan, dari fungsi produksi dengan proporsi tetap, menjadi fungsi produksi dengan proporsi yang variabel.
Berbeda dengan visi Harrod-Domar yang suram dan menakutkan visi teori Neo-Klasik adalah visi yang menggembirakan dan serasi dengan proses ekonomi yang otomatik dan mekanistik. Kelemahan pokok teori Neo-Klasik adalah dihilangkannya peranan pengharapan para pengusaha yang dalam teori Keynes menduduki peranan sentral.
Indikator Yang Digunakan Untuk Menghitung Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
  • ·       Tingkat Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto)
  • ·       Tingkat Pertumbuhan PNB (Produk Nasional Bruto)
Dalam praktek angka, PNB kurang lazim dipakai, yang lebih populer dipakai adalah PDB, karena angka PDB hanya melihat batas wilayah,terbatas pada negara yang bersangkutan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
1.    Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
2.    Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
3.    Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
4.    Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5.    Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
 Hubungan Tingkat Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi
            Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut menyebar disetiap golongan masyarakat, termasuk di golongan penduduk miskin. (Hermanto Siregardan Dwi Wahyuniarti, 2007).
            Penelitian yang dilakukan Wongdesmiwati (2009), menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Begitu juga dengan penelitianyang dilakukan Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2007).
            Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efek trickle-down dari pertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin. Dengan asumsi bahwa ada mekanisme yang diperlukan untuk memfasilitasi trickle-down dari keuntungan dari pertumbuhan ekonomi kepada kelompok miskin, pertumbuhan ekonomi bisa menjadi suatu alat yang efektif bagi pengurangan kemiskinan.
            Dari berbagai studi empiris yang telah dilakukan, nampaknya terdapat hasil yang beragam mengenai dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan. Secara garis besar, hasil tersebut dapat diklasifikasi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
            Pertama, di masa lalu, beberapa ekonom menganggap bahwa pertumbuhan tidak cukup menurunkan kemiskinan di negara-negara berkembang. Sebagai contoh, Chenery and Ahluwalia. (1974) mengatakan:
“It is now clear that more than a decade of rapid growth in underdeveloped countries has been of little or no benefit to perhaps a third of their population”.
Demikian pula, Adelman dan Morris (1973) mengatakan bahwa:
“Development is accompanied by an absolute as well as a relative decline in the average income of the very poor… The frightening implication (of this) is that hundreds of millions of desperately poor people… have been hurt rather than helped by economic development”.
            Kedua, Ravallion (1997), Son dan Kakwani (2003), dan Bourguignon (2004) melakukan review hubungan antara pertumbuhan dengan kemiskinan dan ketimpangan, dan mencatat bahwa dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan hanya terjadi ketika ketimpangan relatif tinggi (high inequality). Dengan kata lain, negara-negara yang mempunyai tingkat ketimpangan yang sedang, apalagi rendah, dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan relatif tidak signifikan. Hasil ini dapat pula diintrepretasi bahwa untuk tingkat pertumbuhan berapapun, semakin turun ketimpangan, semakin besar terjadinya penurunan dalam kemiskinan.
Kesimpulan
Chambers mengatakan kemiskinan dalam arti luas adalah suatu intergrated yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1). Kemiskinan (proper), 2). Ketidakberdayaan (powerless), 3). Kerentangan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4). Ketergantungan (dependence), dan 5). Ketersaingan (isolation) baik secara georgafis maupun sosiologis.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
Terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta:Rajawali Pers, 2011
Arinda Pramesti (29211380)
Rina Mardiani (26211221)
SMAK05-03
 
Universitas Gunadarma
2012
ABSTRAK
Kemiskinan merupakan masalah yang hingga saat ini masih sulit untuk diselesaikan. Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut. Kemiskinan disebabkan oleh berbagai sebab dan faktor- faktor yang mempengaruhi.
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu
Terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
Kata Kunci : Kemiskinan, Pertumbuhan ekonomi
PENDAHULUAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
 Disisi lain kemiskinan juga merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: (1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. (2) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang da jasa yang diproduksika dalam masyarakat bertambah. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan satu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meninggkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya.
Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi memproduks kerap kali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan lebih lambat dari potensinya.
PEMBAHASAN
Kemiskinan
Definisi Kemiskinan
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan). Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidak seimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Dalam arti proper , kemiskinan dipahami sebagai keadaan kurang uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup, dalam arti luar. Chambers mengatakan kemiskinan dalam arti luas adalah suatu intergrated yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1). Kemiskinan (proper), 2). Ketidakberdayaan (powerless), 3). Kerentangan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4). Ketergantungan (dependence), dan 5). Ketersaingan (isolation) baik secara georgafis maupun sosiologis.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dantereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
  •  Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
  • Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi,  air bersih dan transportasi).
  • Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
  •  Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
  • Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
  • Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
  • Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
  •  Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
  •  Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
 Pada dasar-dasar ini sangat mendongkrak kemiskinan jika nantinya peran pemerintah dan juga berbagai elemen lain akan sangat mendukung pembangunan perekonomian di Indonesia, logikanya adalah jika kemiskinan itu dapat di atasi yang menjadi kebanggaannya juga pemerintah itu sendiri dan juga kemakmuran bagi warganya.
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
1.      Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
 Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan
pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
  • ·         Rusaknya syarat-syarat perdagangan
  • ·         Beban hutang
  • ·         Kurangnya bantuan luar negeri
  • ·         Perang
2.      Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
 Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal
3.      Biaya kehidupan yang tinggi.
 Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat.Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
4.      Pembagian subsidi income pemerintah yang kurang merata.
 Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
Faktor-Faktor Kemiskinan Di Indonesia
Faktor-faktor lain disini kita perlu memahmi bahwa konsep pembangunanperekonomian di indonesia juga dilatarbelakangi oleh berbagai aspek, sehingga keseriusan pembangunan menjadi hal yang pokok ranah masyaraka itu sendiri, permasalahan-permasalahan tersebut, ialah: SDM, SDA, Kontitusi, Dana/Budget, Sistem.
1.      SDM
Kelemahan Kualaitas SDM dalam proses pendidikan membuat faktor utamanya kemiskinan bagi rakyat Indonesia, sebenarnya tujuan pendidikan adalah untuk menjadi manusia yang bertaktakwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
 Dalam proses pengembangan perekonomian sektor SDM dalam prospeks pendidikan memainkan peranan yang sangat strategis, sehingga peluang untuk meningkatakan khulaitas hidup di masa depan akan lebih baik. Dengan adanya SDM yang handal lain dari itu akan mengalir sendiri dengan kemampuan yang ada.
2.      SDA
Sumber Daya Alam juga bisa di kaitkan dengan angka kemiskinan di indonesia, dimana keterbatasannya sumber daya alam akan memperkecilkan peluang kerja bagi warga indonesia khususnya di kota-kota besar.
3.      Kontitusi
Berbicara kontitusi sangat tidak bisa terlepas dari cengkraman pemimpin dan juga birokrasi, Pemerintahan dalam hal utama adalah yang bertanggungjawab dengan kemiskinan, tinggi rendahnya angka kemiskinan merupakan proses pengelolaan dari kontitusi itu sendiri yang belum bisa dimaksimalkan.
4.      Sistem
Sistem merupakan suatu rangkaian yang saling keterkaitan antara satu dengan yang lain, dalam hal kemiskinan sistem yang semberaut juga dapat meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dimana berbagai macam persoalan terjadi semua dari proses sistem dan jika sistem itu salah juga dapat menjadi bumerang bagi masalah lain.
Realita yang dapat kita lihat selama ini adalah persoalan penanggulangan kemiskinan yang belum bisa diselesaikan, persoalan tersebut disebabkan oleh perbaikan sistem yang belum beres-beres, sehingga kemiskinan yang harus utama diselesaikan, menjadi masalah yang berlarut-larut.
Pertumbuhan Ekonomi
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian pertumbuhan ekonomi harus dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan salah satu aspek saja dari pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan output agregat khususnya output agregat per kapita.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya.
Ukuran Pertumbuhan Ekonomi
Menurut M. Suparko dan Maria R. Suparko ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu :
1. Produk Domestik Bruto
PDB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam harga pasar. Kelemahan PDB sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang global dan tidak mencerminkan kesejahteraan penduduk.
2. PDB per Kapita atau Pendapatan Perkapita
PDB per kapita merupakan ukuran yang elbih tepat karean telah memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran pendapatn perkapita dapat diketahui dengan membagi PDB dengan jumlah penduduk.
3. Pendapatan Per jam Kerja
Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara lain bila mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja yang lebih tinggi daripada upah per jam kerja di negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama.
Model-model Pertumbuhan Ekonomi
Harrord Domar
Keadaan “ Steady – State Growth
Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar adalah model pertumbuhan yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, model itu merupakan perkembangan langsung teori ekonomi makro Keynes yang merupakan teori jangka pendek yang menjadi teori jangka panjang.
Pada model Harrod-Domar investasi diberikan peranan yang sangat penting. Dalam jangka panjang investasi mempunyai pengaruh kembar. Di satu sisi investasi mempengaruhi permintaan agregat di sisi lain investasi mempengaruhi kapasitas produksi nasional dengan menambah stok modal yang tersedia.
Harrod menyimpulkan agar suatu ekonomi nasional selalu tumbuh dengan kapasitas produksi penuh (kesempatan kerja penuh) yang disebutnya sebagai “ Pertumbuhan ekonomi yang mantap(steady-state growth) “efek permintaan yang ditimbulkan dari penambahan investasi harus selalu diimbangi oleh efek penawarannya tanpa terkecuali. Tetapi investasi dilakukan oleh pengusaha yang mempunyai pengharapan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu, karena itu keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai secara mantap pula apabila pengharapan para pengusaha stabil dan kemungkinan terjadinya hal itu sangat kecil, seperti yang dikemukakan oleh Joan Robinson (golden age).
Di samping itu Harrod mengemukakan bahwa sekali keseimbangan itu terganggu, maka gangguan itu akan mendorong ekonomi nasional menuju ke arah depresi atau inflasi sekular. Karena itu Harrod melambangkan keseimbangan ekonomi tersebut sebagai keseimbangan mata pisau, mudah sekali tergelincir dan sekali tergelincir semuanya akan menjadi hancur (jadi keseimbangan yang tidak stabil).
Model pertumbuhan ekonomi Domar hampir mirip dengan model Harrod walaupun ada beberapa perbedaan yang esensial pula antara kedua model itu. Perbedaan itu khususnya menyangkut mengenai tiadanya fungsi investasi pada model Domar, sehingga investasi yang sebenarnya tidak ditentukan di dalam modelnya. Karena itu kesulitan pencapaian keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap bagi Harrod, disebabkan oleh sulitnya kesamaan v dan vr atau laju pertumbuhan yang disyaratkan dengan laju pertumbuhan natural, sedang bagi Domar kesulitan itu timbul karena adanya kecenderungan masyarakat untuk melakukan investasi yang relatif terlalu rendah (underinvestment).
Model Neo-Klasik sebagaimana dikemukakan oleh Solow (juga Swan) mencoba memperbaiki kelemahan model Harrod-Domar dengan mengolah asumsi yang mengenai fungsi produksi yang digunakan, dari fungsi produksi dengan proporsi tetap, menjadi fungsi produksi dengan proporsi yang variabel.
Berbeda dengan visi Harrod-Domar yang suram dan menakutkan visi teori Neo-Klasik adalah visi yang menggembirakan dan serasi dengan proses ekonomi yang otomatik dan mekanistik. Kelemahan pokok teori Neo-Klasik adalah dihilangkannya peranan pengharapan para pengusaha yang dalam teori Keynes menduduki peranan sentral.
Indikator Yang Digunakan Untuk Menghitung Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
  • ·       Tingkat Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto)
  • ·       Tingkat Pertumbuhan PNB (Produk Nasional Bruto)
Dalam praktek angka, PNB kurang lazim dipakai, yang lebih populer dipakai adalah PDB, karena angka PDB hanya melihat batas wilayah,terbatas pada negara yang bersangkutan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
1.    Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
2.    Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
3.    Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
4.    Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5.    Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
 Hubungan Tingkat Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi
            Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut menyebar disetiap golongan masyarakat, termasuk di golongan penduduk miskin. (Hermanto Siregardan Dwi Wahyuniarti, 2007).
            Penelitian yang dilakukan Wongdesmiwati (2009), menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Begitu juga dengan penelitianyang dilakukan Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2007).
            Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efek trickle-down dari pertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin. Dengan asumsi bahwa ada mekanisme yang diperlukan untuk memfasilitasi trickle-down dari keuntungan dari pertumbuhan ekonomi kepada kelompok miskin, pertumbuhan ekonomi bisa menjadi suatu alat yang efektif bagi pengurangan kemiskinan.
            Dari berbagai studi empiris yang telah dilakukan, nampaknya terdapat hasil yang beragam mengenai dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan. Secara garis besar, hasil tersebut dapat diklasifikasi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
            Pertama, di masa lalu, beberapa ekonom menganggap bahwa pertumbuhan tidak cukup menurunkan kemiskinan di negara-negara berkembang. Sebagai contoh, Chenery and Ahluwalia. (1974) mengatakan:
“It is now clear that more than a decade of rapid growth in underdeveloped countries has been of little or no benefit to perhaps a third of their population”.
Demikian pula, Adelman dan Morris (1973) mengatakan bahwa:
“Development is accompanied by an absolute as well as a relative decline in the average income of the very poor… The frightening implication (of this) is that hundreds of millions of desperately poor people… have been hurt rather than helped by economic development”.
            Kedua, Ravallion (1997), Son dan Kakwani (2003), dan Bourguignon (2004) melakukan review hubungan antara pertumbuhan dengan kemiskinan dan ketimpangan, dan mencatat bahwa dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan hanya terjadi ketika ketimpangan relatif tinggi (high inequality). Dengan kata lain, negara-negara yang mempunyai tingkat ketimpangan yang sedang, apalagi rendah, dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan relatif tidak signifikan. Hasil ini dapat pula diintrepretasi bahwa untuk tingkat pertumbuhan berapapun, semakin turun ketimpangan, semakin besar terjadinya penurunan dalam kemiskinan.
Kesimpulan
Chambers mengatakan kemiskinan dalam arti luas adalah suatu intergrated yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1). Kemiskinan (proper), 2). Ketidakberdayaan (powerless), 3). Kerentangan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4). Ketergantungan (dependence), dan 5). Ketersaingan (isolation) baik secara georgafis maupun sosiologis.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
Terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta:Rajawali Pers, 2011
0

FINAL EXAM (TEORI EKONOMI 1)

FINAL EXAM TEORI EKONOMI 1

Anggota :

Novice Lebrie Sagilitany (25211246)

Arinda Pramesti (29211380)

Rina Mardiani (26211221)

Price Index and Inflation

(Gula dan Jagung)

Inflasi Gula di Indonesia Tahun 1995-2003

Image

Analisis:

               Tabel diatas menjelaskan tentang inflasi dari perkembangan harga dan kuantitas (konsumsi) gula di Indonesia dari tahun 1995 – 2003. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa harga dan kuantitas gula mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data tersebut, kita dapat mencari CPI (Consumer Price Index), inflasi CPI, GDP Deflator, dan inflasi GDP Deflator.CPI (Consumer Price Index) adalah nomer index yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household). CPI sering digunakan unutk mengukur tingkat inflasi suatu negara. GDP Deflator adalah rasio antara GDP Real dengan GDP Nominal, dikalikan 100. Seperti halnya CPI, GDP Deflator sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi disuatu negara.

                Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa CPI, inflasi CPI ,GDP Deflator, Inflasi GDP Deflator mengalami kenaikan dan penurunan, seperti pada tahun 1997 ke 1998  semuanya mengalami kenaikan yang tajam. Sedangkan ditahun 1998 ke 1999 semuanya  mengalami penurunan yang tajam.

Inflasi Jagung di Indonesia Tahun 1995-2003

Image

  Analisis:

           Dari data yang telah didapat untuk menghitung tingkat inflasi jagung tahun 1995 sampai 2003, sama halnya dengan inflasi pada gula, telah dihitung masing-masing tingkat inflasi CPI dan inflasi GDP Deflator dari jagung tersebut, sehingga menghasilkan grafik diatas.

          Dari grafik tersebut dapat terlihat jelas terjadi kenaikan dan penurunan dari tingkat inflasi dari CPI dan GDP Deflator pada jagung. Kenaikan yang drastis terjadi pada tahun 1997 ke 1998, sedang penurunan tingkat inflasi yang drastis terjadi pada tahun 1998 ke 1999.

             Kenaikan dan penurunan tingkat inflasi tersebut dipengaruhi oleh tingkat harga   dan kuantitas jagung tersebut

Kesimpulan :

Jadi dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga inflasi dan penurunannya terhadap gula dan jagung  terjadi pada tahun yang sama yaitu mengalami kenaikan pada tahun 1997 ke 1998 dan penurunan pada tahun 1998-1999.

Adakalanya tingkat inflasi rendah yaitu mencapai dibawah 2 atau 3 persen. Tingkat inflasi yang moderat mencapai diantara 4 sampai 10%. Inflasi yang sangat serius dapat mencapai tingkat beberapa puluh atau beberapa ratus persen dalam setahun.

Referensi :

http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/0104-JAGUNG.pdf

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pek_0607544_chapter1.pdf

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART8-4a.pdf

http ://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012/03/jurnal-vol-5-no-2-zaini.pdf

Mata Kuliah Teori Ekonomi 1 –  Dr. Prihantoro

0

Dimensi Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangan di Kalimatan Timur

Tugas Teori Ekonomi 1 

Anggota :

Novice Lebrie Sagilitany (25211246)

Arinda Pramesti (29211380)

Rina Mardiani (26211221)

DIMENSI KEMISKINAN DAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN DI KALIMANTAN TIMUR

Image

1.1. Perkembangan Kemiskinan

Pengentasan kemiskinan di Kalimantan Timur merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sumberdaya manusia, disamping pembangunan infrastruktur dan pertanian dalam arti luas. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan sarana dan prasarana, dan pendampingan. Berbagai upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur dari 20,50 % di tahun 2006 menjadi 7,66 % kondisi bulan Maret tahun 2010.

Image

Grafik 1.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan di Kalimantan Timur Tahun 2006-2010

Pada tahun 2010 jumlah warga miskin di perkotaan sebanyak 79.240 jiwa atau 4,02 persen, sementara di daerah pedesaan juga masih lebih tinggi yakni 163.760 jiwa atau 13,66 persen. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin dipengaruhi Garis Kemiskinan.

Masyarakat miskin perdesaan dihadapkan pada masalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, terbatasnya pemilikan lahan, banyaknya rumah tangga yang tidak memiliki asset, terbatasnya alternatif lapangan kerja, belum tercukupinya pelayanan publik, degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, lemahnya kelembagaan dan organisasi masyarakat, dan ketidakberdayaan dalam menentukan harga produk yang dihasilkan.

Di sisi lain, masalah kemiskinan di daerah perkotaan juga perlu mendapat perhatian. Krisis ekonomi yang pernah melanda memperlihatkan masyarakat kota masih rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan. Persentase penduduk miskin di perkotaan juga cenderung terus meningkat. Pada umumnya masyarakat miskin perkotaan menjalani pengalaman kemiskinan yang berbeda dengan penduduk miskin perdesaan. Mereka lebih sering mengalami keterisolasian dan perbedaan perlakuan dalam upaya memperoleh dan memanfaatkan ruang berusaha, pelayanan administrasi kependudukan, air bersih dan sanitasi, layanan pendidikan dan kesehatan, serta rasa aman dari tindak kekerasan. Pada umumnya masyarakat miskin di perkotaan bekerja sebagai buruh dan sektor informal yang tinggal di pemukiman yang tidak sehat dan rentan terhadap penggusuran.

Kemiskinan di Kalimantan Timur juga ditandai oleh adanya ketimpangan antar wilayah. Kemiskinan di kawasan perbatasan, pedalaman dan tertinggal jumlah penduduk miskin cukup tinggi. Masyarakat miskin di kawasan pesisir dan kawasan tertinggal menghadapi permasalahan yang sangat khusus. Mereka umumnya menggantungkan hidup dari pemanfaatan sumberdaya laut dan pantai yang membutuhkan investasi besar, sangat bergantung musim, dan rentan terhadap polusi dan perusakan lingkungan pesisir. Mereka hanya mampu bekerja sebagai nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan skala kecil dan pedagang kecil karena memiliki kemampuan investasi yang sangat kecil. Nelayan kecil hanya mampumemanfaatkan sumberdaya di daerah pesisir dengan hasil tangkapan yang cenderung terus menurun akibat persaingan dengan kapal besar dan penurunan mutu sumberdaya pesisir. Hasil tangkapan juga mudah rusak sehingga melemahkan posisi tawar mereka dalam transaksi penjualan.

Masyarakat di daerah tertinggal dan komunitas adat terpencil seringkali menghadapi keterisolasian fisik, keterbatasan sumberdaya manusia dan kelangkaan prasarana dan sarana. Kondisi ini menyebabkan mereka tidak mampu memanfaatkan sumberdaya dan mengembangkan kegiatan ekonomi secara optimal. Keterisolasian dalam waktu yang lama cenderung menyebabkan apatisme masyarakat miskin. Kurangnya pelayanan pendidikan dan kesehatan juga menyebabkan rendahnya kemampuan dan keterampilan masyarakat.

1.2. Kondisi Kemiskinan

Jika dilihat dari perkembangan jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur secara keseluruhan sejak tahun 2006 sampai tahun 2009 cenderung menurun, dan secara nasional Kalimantan Timur menempati urutan ke 5 (lima) jumlah penduduk miskin yang paling sedikit. Akan tetapi jika dilihat dari distribusi perkembangan di masing-masing kabupaten/kota, terdapat 7 (tujuh) kabupaten/kota yang mengalami kecenderungan peningkatan penduduk miskin yaitu kabupaten Berau, Nunukan, Penajam Paser Utara, Tana Tidung, kota Balikpapan, Samarinda dan Bontang. Penduduk miskin kabupaten/kota yang berada diatas rata-rata nasional adalah kabupaten Malinau, Bulungan dan Tana Tidung, serta terdapat 10 (sepuluh) kabupaten/kota yang berada diatas rata-rata provinsi.

Image

Perbandingan Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten Kota, Rata-Rata Provinsi dan Nasional, Tahun 2009

1.3. Faktor Penyebab Kemiskinan di Kalimantan Timur

Walaupun terjadi penurunan tingkat kemiskinan di Kalimantan Timur, namun berbagai pengentasankemiskinan masih perlu segera dituntaskan. Berbagai isu pokok permasalahan dalam pembangunan daerah antara lain:

a. Kemandirian dan Kedaulatan Pangan

Kondisi geografis wilayah Kalimantan Timur yang sangat luas belum secara optimal

dimanfaatkan untuk pengembangan sektor pertanian pangan. Kebutuhan pangan Kaltim masih diimpor dari daerah lain dan kerawanan pangan kerap terjadi pada musim kemarau terutama di daerah pedalaman. Di masa mendatang, seiring dengan perkembangan penduduk, Kalimantan Timur akan menghadapi tantangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan akan semakin meningkat.

b. Pengangguran

Walaupun memiliki potensi sumber daya alam yang besar dan merupakan salah satu

daerah penyumbang devisa negara, Kalimantan Timur masih menghadapi permasalahan pengangguran. Ketersediaan lapangan pekerjaan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah pencari kerja yang semakin meningkat setiap tahun.

c. Keterbatasan Akses Permodalan

Masyarakat Kaltim masih mengalami kesulitan akses terhadap sumber permodalan, terutama usaha masyarakat yang berada pada kabupaten pemekaran. Sebagian besar jasa layanan perbankan berada di empat kota yang telah berkembang pesat.

d. Reformasi Birokrasi/Pelayanan Publik

Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, semua jenjang pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) belum sepenuhnya berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal masih menghadapi berbagai permasalahan administrasi dan prosedural yang belum tuntas terpecahkan. Dalam dimensi kewenangan, berbagai peraturan perundang undangan masih belum konsisten dengan UU No. 32/2004.

Otonomi daerah tidak berjalan maksimal karena adanya kecenderungan bahwa UU sektoral sama kuatnya dengan UU Otonomi Daerah. Pembagian wewenang dan urusan antar tingkat pemerintahan yang belum jelas berdampak pada permasalahan skala ekonomi, eksternalitas dan efisiensi, serta koordinasi. Permasalahan pembagian kewenangan dan urusan juga tercermin dalam rumitnya pemberian perijinan dan penanganan masalah yang bersifat lintas daerah. Sistem pelayanan pemerintah daerah masih belum mendukung peningkatan mutu dan jangkauan layanan publik. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi logis dari berbagai permasalahan yang ada seperti belum berjalannya tugas pokok dan fungsi pelayanan secara optimal, belum jelasnya pembagian kewenangan dan urusan antar tingkat pemerintahan, lemahnya manajemen kepegawaian, dan lemahnya fungsi kontrol.

e. Degradasi Mutu Lingkungan

Degradasi mutu lingkungan di Kalimantan Timur telah menjadi masalah nasional dan bahkan dunia internasional. Kerusakan hutan akibat pengelolaan yang tidak terkendali maupun akibat kebakaran di musim kemarau semakin memperburuk mutu lingkungan hidup. Penurunan Kualitas Lingkungan diindikasikan oleh banjir dan tanah longsor yang kerap melanda di beberapa bagian wilayah serta penurunan potensi sumber daya perikanan di daerah pesisir dan laut. Hal tersebut berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi masyarakat terkait dengan pendapatan di bidang pertanian dalam arti luas.

f. Daya Saing dan Iklim Investasi

Secara umum peningkatan investasi di Kaltim berjalan lambat, dan masih didominasi

oleh sektor industri dan pertambangan migas. Selain itu, di sektor perkebunan terdapat komoditas unggulan yang memiliki daya saing seperti kakao, sawit, kelapa dan karet, yang masih belum dikembangkan secara optimal. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan regulasi, keterbatasan infrastruktur dan ketidakjelasan tata ruang untuk pengembangan lokasi investasi.

g. Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan

Secara umum rekor pembangunan sumber daya manusia Kalimantan Timur yang

ditunjukkan oleh indeks pembangunan manusia berada di atas rata-rata nasional. Namun permasalahan yang dihadapi adalah masih rendahnya kualitas SDM yang tercermin dari sekitar 40,73 % usia produktif berpendidikan tidak tamat dan tamat Sekolah Dasar. Demikian pula keterbatasan pelayanan kesehatan terutama pada daerahdaerah perbatasan, pedalaman dan tertinggal.

h. Infrastruktur

Masih terbatasnya akses penduduk terhadap pelayanan transportasi, perumahan, air

bersih, dan sanitasi dasar, serta fasilitas pengendalian banjir dan pengendalian penyakit menular.

i. Pembangunan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal

Disparitas terjadi antara daerah pesisir laut dan daerah perbatasan, pedalaman dan daerah tertinggal. Disparitas terjadi karena perbedaan perkembangan sosial ekonomi, dan potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya buatan (infrastruktur) .

1.4. Perkembangan Dimensi Kemiskinan

1.4.1 Bidang Kesehatan

Masyarakat miskin menghadapi masalah keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh dan berkembang, dan rendahnya derajat kesehatan ibu. Penyebab utama dari rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin selain kurangnya kecukupan pangan adalah keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, rendahnya pendapatan dan mahalnya biaya jasa kesehatan, serta kurangnya layanan kesehatan reproduksi.

Salah satu indikator dari terbatasnya akses layanan kesehatan dasar adalah angka kematian bayi, angka kematian balita, angka kematian ibu melahirkan, prevalensi Balita dengan Gizi buruk, dan angka harapan hidup. Data statistik menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2009 masih 23,2 per 1.000 kelahiran hidup dan cenderung menurun dari 33 per 1000 kelahiran hidup sejak tahun 2003. Namun, penurunan tersebut relatif lambat. Angka kematian balita cenderung meningkat, pada tahun 2003 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 38 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Sedangkan angka kematian ibu melahirkan cenderung menurun dari 302 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 110 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Akan tetapi angka harapan hidup mengalami peningkatan dari 69,8 tahun pada tahun 2003 menjadi 71,35 pada tahun 2009.

1.4.2. Bidang Pendidikan

Tingginya biaya pendidikan menyebabkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan menjadi terbatas. Sesuai dengan ketentuan, biaya SPP dari jenjang SD/MI sampai SLTA/MAN telah secara resmi dihapuskan. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat tetap harus membayar berbagai iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis, pakaian seragam, sepatu seragam, dan bimbingan pelajaran tambahan. Berbagai iuran tersebut menjadi penghambat bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya.

Masalah lain yang dialami oleh siswa terutama di daerah perdesaan adalah kekurangan kalori dan kekurangan gizi yang mengakibatkan rendahnya daya tahan belajar dan semangat belajar siswa. Dalam jangka panjang, hal ini berpengaruh terhadap kemungkinan anak untuk putus belajar, mengulang kelas dan tidak mau sekolah. Pendidikan formal belum dapat menjangkau secara merata seluruh lapisan masyarakat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya kesenjangan antara penduduk kaya dan penduduk miskin dalam partisipasi pendidikan baik diukur dari Angka Putus Sekolah, Angka Partisipasi Kasar (APK) maupun Angka Partisipasi Murni (APM). Tanpa bekal pendidikan yang memadai, mereka akan sulit untuk keluar dari jebakan kemiskinan dan menghindarkan diri dari lingkaran kemiskinan.

1.4.3. Bidang Perumahan

Tempat tinggal yang sehat dan layak merupakan kebutuhan yang masih sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Dalam berbagai diskusi dengan masyarakat, kondisi perumahan merupakan ciri utama yang paling sering dipakai dalam mengenali penduduk miskin, dan gejala ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam pemenuhan hak atas permukiman yang layak.

Secara umum, masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan atas pemilikan perumahan.

Masalah perumahan yang dihadapi oleh masyarakat miskin di perkotaan berbeda dengan masyarakat miskin yang berada di perdesaan. Di perkotaan, keluarga miskin sebagian besar tinggal di perkampungan yang berada di balik gedung-gedung pertokoan dan perkantoran, dalam petak-petak kecil, saling berhimpit, tidak sehat dan seringkali dalam satu rumah ditinggali lebih dari satu keluarga. Keluarga miskin di perkotaan juga sering dijumpai tinggal di pinggiran sungai.

1.4.4. Bidang Ekonomi

Berdasarkan persentase PDRB perkapita secara garis besar pendapatan perkapita penduduk Kaltim mengalami peningkatan dari Rp. 25,7 juta per tahun pada tahun 2006 menjadi Rp. 34,2 juta pertahun pada tahun 2009 dan 10,10 % pada tahun 2010. Daerah dengan kondisi pemerataan PDRB perkapita yang tinggi diikuti oleh persentase penduduk miskin lebih rendah dari rata-rata nasional adalah Kota Balikpapan. Gambaran yang ekstrim terjadi pada daerah dengan kapasitas fiskal yang termasukSedangkan kondisi yang wajar terjadi di Kota Tarakan, Bontang dan Kabupaten Berau.

Masyarakat miskin umumnya menghadapi terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya peluang untuk mengembangkan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga. Keterbatasan modal, kurangnya keterampilan, dan pengetahuan, menyebabkan masyarakat miskin hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan peluang yang sempit untuk mengembangkan usaha.

Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka terpaksa melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi dengan imbalan yang kurang memadai dan tidak ada kepastian akan keberlanjutannya. Kondisi ketenagakerjaan pada tahun 2008 sebesar 144.798 org menunjukkan adanya perbaikan. Angka pengangguran terbuka selama 5 tahun terakhir terus menurun. Menurut data Sakernas, pengangguran terbuka cenderung mmenurun dari 12,07 % dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2007 menjadi sekitar 11,41 % di tahun 2008, 10,83 % pada tahun 2009 dan 10,45 di tahun 2010.

Rekomendasi

Dalam rangka percepatan pengentasan Kemiskinan melalui program yang terintegrasi direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut :

  • Menegaskan komitmen lembaga negara, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, lembaga internasional, dan pihak yang peduli untuk memecahkan masalah kemiskinan;
  • Membangun konsensus bersama untuk mengatasi masalah kemiskinan melalui pendekatan hak-hak dasar dan pendekatan partisipatif dalam perumusan strategi dan kebijakan;
  • Mendorong sinergi berbagai upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, lembaga internasional, dan pihak yang peduli;
  • Menegaskan komitmen dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals) terutama tujuan penanggulangan kemiskinan;
  • Tersinerginya kegiatan lintas sektor yang mempunyai komitmen untuk mempercepat pemecahan masalah kemiskinan dengan peningkatan peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPD) yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Daerah.

Rencana Penanggulangan Kemiskinan  di Kalimantan Timur Tahun 2011-2013

Dalam upaya harmonisasi dan koordinasi berbagai program terkait penanggulangan kemiskinan Kalimantan Timur, program kegiatan dikelompokkan ke masing-masing klaster.

1. Program Terkait Bantuan dan Perlindungan Sosial

  • —  Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JAMKESMAS).
  • —  Program Wajib Belajar 12 Tahun
  • —  Program Pendidikan Menengah
  • —  Program Pendidikan Nonformal
  • —  Bantuan Operasional Sekolah
  • —  Program Keluarga Harapan
  • —  Program Beras Untuk Rumah Tangga Miskin (RASKIN)
  • —  Bantuan Kesejahteraan Sosial

2. ProgramTerkait Pemberdayaan Masyarakat

  • —Program Pengembangan Kecamatan (PPK)
  • —Program Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (PPFM-BLPS)
  • —Program Pembentukan Kelompok Usaha Produktif (KUP) dan Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat Rentan Lainnya (PPMR)
  • —Program Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) HTI Melalui Kemitraan
  • —Program Pembangunan Hutan Rakyat
  • —Program Pengembangan Wilayah Perbatasan (PWP) dan Program Pengembangan Wilayah Tertinggal (PWT)
  • —Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Perkotaan
  • —Program Fasilitasi Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan
  • —Program Peningkatan Pemberdayaan masyarakat Perdesaan (P3MP)
  • —Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga
  • —Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)
  • —Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
  • —Program Pengembangan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
  • —Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
  • —Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah/RISE
  • —Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
  • —Program Model Desa Prima Perempuan Indonesia Maju Mandiri)

3. Program Terkait Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil

  • —  Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil
  • —  Program Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP)
  • —  Program Peningkatan Ekonomi Masyarakat di Sekitar Kawasan Konvensi
  • —  Program Peningkatan Usaha Masyarakat di Sekitar Hutan Produksi (PUMSHP)
  • —  Program Hutan Kemasyarakatan (HKM)
  • —  Program Peningkatan Kualitas dan Produktifitas Tenaga Kerja (PPLTK)
  • —  Program Penciptaan Iklim Usaha Bagi UKM
  • —  Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi UKM
  • —  Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif UKM

Sumber:
http://www.bappedakaltim.com/file-upload/BUKU%20CAPAIAN%20KEMISKINAN%202010.pdf

0

Macroeconomics Policy

Tugas Teori Ekonomi 1 

Anggota :

Novice Lebrie Sagilitany (25211246)

Arinda Pramesti (29211380)

Rina Mardiani (26211221)

Supply Side Policy

Suply-Side Policy (Kebijakan Segi Penawaran) adalah langkah pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan kerja. Tujuan ini dilaksanakan dengan berusaha mencegah kenaikan pendapatan yang berlebihan.
Kebijakan segi penawaran lebih menekankan pada:
  •  Meningkatkan keinginan tenaga kerja untuk bekerja
  •  Meningkatkan usaha para pengusaha untuk mempertinggi efisiensi kegiatan produksinya.
Kebijakan segi penawaran juga bertujuan untuk mempengaruhi permasalahan penawaran agregat (yaitu produksi) terhadap barang dan jasa dalam perekonomian. Contoh: pengenalan terhadap tekbologi baru, mendorong kompetisi dan keberanian berusaha, meningkatkan perekonomian pasar.
Menurut Harold McCure dan Thomas Willet (1983), aliran segi penawaran dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu:
  • Kelompok Utama: kelompok ini menekankan perlunya insentif pajak dalam memacu pertumbuhan ekonomi lewat dampaknya terhadap tabungan dan investasi.
  • Kelompok Radikal: kelompok yang mendapat publisitas lebih banyak. Kelompok ini menyatakan bahwa pemotongan pajak akan memberikan dampak positif terhadap tabungan, investasi, dan penawaran tenaga kerja serta penerimaan total yang lebih banyak dari pajak. Dalam program pemotongan pajak dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan laju pertumbuhan output dan mengurangi inflasi.
Kurva Kebijakan Segi Penawaran:
Pada kurva tersebut diatas dapat diketahui bahwa, keseimbangan permulaan dicapai pada perpotongan AD dan AS ditingkat inflasi sebesar 2.3%. Pada keseimbangan ini terjadi pergerakan dari AD karena pengaruh dari perkembangan ekonomi sehingga tingkat inflasi turun ke 2.00%, dan titik keseimbangan pun bergeser pada perpotongan AD dan AS1, dalam keadaan ekonomi yang berkembang (pendapatan nasional rill bertambah).
Walaupun pertumbuhan ekonomi yang berlaku merupakan satu hal yang menggalakkan, keadaan inflasi menimbulkan efek buruk kepada kemakmuran masyarakat. Maka agar pertumbuhan ekonomi yang berlaku tetap stabil, pemerintah menjalankan Kebijakan Segi Penawaran yang dapat menurunkan biaya pengeluaran perusahaan-perusahaan dan meningkatkan perkembangan teknologi. Apabila langkah ini berhasil, penawaran agregat AS akan bergerak ke kanan, misalnya dari AS menjadi AS1. Perubahan ini memindahkan keseimbangan yang awalnya pada tingkat inflasi 2.3% menjadi pada tingkat inflasi 2.00%. keseimbangan baru ini menggambarkan bahwa perekonomian semakin berkembang dan kesempatan kerja penuh tercapai pada Yf2 dan masalah inflasi dapat dikurangi keseriusannya karena penurunan tingkat inflasi dari 2.3% ke 2.00% yang menyebabkan penawaran agregat (AS) bergeser ke kanan.
Referensi:
·         Sukirno, Sadono. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta:Rajawali Pers, 2011.
0

Korupsi bukan penyakit, namun suatu gejala rusaknya sistem akuntabilitas

Tugas Teori Ekonomi 1 

Anggota :

Novice Lebrie Sagilitany (25211246)

Arinda Pramesti (29211380)

Rina Mardiani (26211221)

Korupsi merupakan gejala kegagalan akuntabilitas. Mencerminkan insentif yang berlaku di mana manfaat dari korupsi yang tinggi danrisiko tertangkap atau sedang dihukum karena korupsi rendah. Masa lalu melemparkan bayangan besar atas hadir di Indonesia. Banyak praktek-praktek yang berlaku selama berlanjut Orde Baru. Ini termasuk pengoperasian yayasan, bisnis, di samping, oleh militer dan polisi, dan pengumpulan biaya informal dan retribusi, kurangnya transparansi gaji dan tunjangan.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, dan atau merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan- kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.  Dengan pernyataan lain korupsi adalah adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara, dan teman.
Juniadi Suwartojo (1997) menyatakan bahwa korupsi ialah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/atau pengeluaran uang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi atau golongannya sehingga langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat.
0

Government Expenditure (Agriculture and Health)

Tugas Teori Ekonomi 1 

Anggota :

Novice Lebrie Sagilitany (25211246)

Arinda Pramesti (29211380)

Rina Mardiani (26211221)

Sebelum membicarakan mengenai pengeluaran pemerintah di sektor pertanian dan kesehatan, sebaiknya kita awali dengan membicarakan apa pengertian dari kebijakan fiskal.

Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal adalah bentuk campur tangan pemerintah dalam perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu negara. Kebijakan fiskal memiliki dua instrumen pokok yaitu : perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy) (Mankiw,2003;Turnovsky,1981). Dengan instrumen tersebut dapat dijelaskan bagaimana pengaruh penerimaan dan pengeluaran negara terhadap kondisi perekonomian, tingkat pengangguran, dan inflasi.

Peran Kebijakan Fiskal di Indonesia

Wuryanto (1996) dengan model Interregional CGE menjelaskan desentralilasi fiskal dan performa perekonomian di Indonesia (periode sebelum otonomi daerah) dimana transfer fiskal dalam bentuk INPRES dapat memperbaiki kinerja ekonomi nasional dan antar daerah di Indonesia.

Kebijakan Fiskal bagi Sektor Pertanian

Yudhoyono (2004) dengan model simultan menyimpulkan bahwa ekonomi politik dalam kebijakan fiskal sangat penting di Indonesia dalam mendorong pembangunan pertanian, pengurangan kemiskinan dan perekonomian pedesaan.Revitalisasi pertanian dapat dijadikan penggerak pertumbuhan ekonomi.

Pengeluaran Pemerintah Indonesia untuk Pembangunan Sektor Pertanian

Pemerintah Indonesia sampai periode 1980an telah memposisikan pertanian sebagai sektor penting dalam perekonomian. Selama dua dekade lebih pembangunan pertanian menjadi prioritas pokok dalam pembangunan. Komitmen kuat pemerintah dalam pembangunan pertanian tersebut diwujudkan dalam belanja publik untuk pertanian, subsidi, kebijakan harga pada tanaman pangan, deregulasi pada perdagangan dan pemasaran, pembangunan irigasi. kelembagaan/kesisteman pertanian, revitalisasi penyuluhan dan tata guna lahan (Muslim,2002).

Pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian dapat berupa penyediaan bibit, subsidi pupuk, teknologi, bantuan sosial dalam lingkup kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, dan infrastruktur pedesaan (irigasi, transportasi, sarana da prasarana pedesaan).

Penurunan intensitas kebijakan pertanian di dunia yang ditandai dengan perubahan marjinal dalam program pertanian(Scrimgeour and Pasour,1996) juga terjadi di Indonesia. Pertanian  semakin menurun secara tidak wajar sehingga sejak pertengahan 1990-an pertanian tidak mampu lagi menjadi pendukung  tumbuh kembangnya perekonomian Indonesia.Jika dalam pembangunan pertanian di Indonesia peran pemerintah masih dipersyaratkan, maka penurunan tersebut lebih dikarenakan menurunnya dukungan pemerintah dalam belanja pembangunan (investasi publik) untuk sektor pertanian.Subsidi pertanian di Indonesia secara keseluruhan masih merupakan bagian intervensi pemerintah yang efektif untuk  mengarahkan perbaikan produksi pertanian.

Di Cina, dari studi Fan and Zhang (2002)  menemukan korelasi yang sangat kuat antara belanja publik untuk penelitian sektor pertanian dan infrastruktur pedesaan dengan pertumbuhan produktivitas pertanian. Di Indonesia, kemandegan dalam penelitian pengembangan teknologi pertanian menyebabkan terjadinya pelandaian pertumbuhan produktivitas komoditi pertanian untuk hampir semua varietas. Ditambah lagi lahan yang semakin sempit sehingga produksi pertanian menurun semakin tajam.

Pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian sangat dibutuhkan demi keberlangsungan perokonomian dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini sangat penting mengingat Indonesia adalah negara kaya akan sumber daya alam. Kenyataannya masih banyak komoditi pertanian yang di impor dari luar. Untuk itu, Pemerintah harus berusaha untuk membangun kembali pertanian indonesia yang telah mengalami kemunduran saat ini.

Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan 

Kesehatan di Indonesia

Besarnya  jumlah penduduk indonesia serta susunan distribusinya sangat berpengaruh pada derajat kesehatan masyarakat. Hal demikian  jelas berpengaruh pada terhadap berbagai permasalahan dan upaya kesehatan.

Tingkat pendidikan yang masih rendah, disamping tingkat penghasilan yang pada umumnya masih rendah merupakan faktor yang menghambat upaya menggerakkan potensi masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Terbatasnya tingkat  pendidikan, kurangnya ketrampilan dasar yang dimiliki kaum wanita, terutama di pedesaan, juga berpengaruh terhadap kurangnya kesadaran akan manfaat pemeliharaan kesehatan., khususnya yang menyangkut kesehatan ibu dan anak.

Deklarasi Alma Ata (1978) di Khazahktan Uni Soviet yang dihadiri negara-negara di Dunia termasuk Indonesia, telah disepakati delapan unsur pokok sebagai upaya pemerataan kesehatan, dan juga sebagai pelayanan pelaksanaannya, yaitu pendidikan kesehatan, pencegahan dan pengendalian permasalahan kesehatan, promosi gizi masyarakat, penyediaan air bersih dan sanitasi yang baik, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, imunisasi,  pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pengobatan yang tepat terhadap penyakit serta pengadaan obat-obatan.

Berdasarkan delapan unsur pokok diatas dapat diketahui bahwa Indonesia masih jauh dari  pemerataan   kesehatan. Namun, hal ini sudah seharusnya untuk terus diupayakan. Pemerintah harus dapat melakukan pemerataan kesehatan ini. Pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan harus dialokasikan, dimanfaatkan, dan dirasakan langsung dampak positifnya oleh masyarakat. Semua itu juga harus dibarengi oleh upaya peningkatan pendidikan di Indonesia sehingga kesadaran  masyarakat akan kesehatan bisa lebih ditingkatkan lagi.

Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan 

Pola pengeluaran dan pembiayaan kesehatan di Indonesia menunjukkan karakteristik yang kompleks. Arus dana dalam sektor ini mengalir dari berbagai sumber-sumber yang paling besar dan utama adalah dari pemerintah yang dibayar oleh rumah tangga, sumbangan pegawai untuk perawatan kesehatan pekerja dan bantuan asing.

Pengeluaran kesehatan nasional  yaitu semua pembayaran untuk perawatan kesehatan individual, biaya administrasi dari program kesehatan non-profit pemerintah, biaya bersih dari asuransi kesehatan, pengeluaran pemerintah untuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, pendidikan personel kesehatan, penelitian kesehatan, dan pembangunan fasilitas kesehatan.

Sumber :

Agriculture

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/41182

http://www.perhepi.org/images/stories/publikasi/konpernas/darsono.pdf

Pedoman Bantuan sosial Ditjen PPHP Tahun 2012

Health

http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/272017/11_01858.pdf